Anas bin Malik

Anas bin Malik: Ahli Hadits dan Khadam Rasulullah
Oleh A. Fatih Syuhud


Anas bin Malik adalah Sahabat Ahli Hadits yang menempati ranking ketiga sebagai muhaddits yang paling banyak meriwayatkan hadits setelah Abu Hurairah dan Abdullah bin Umar. Tak kurang dari 2286 hadits telah diriwayatkannya. 180 hadits disepakati kesahihannya oleh Imam Bukhari dan Muslim. 80 hadits disahihkan oleh Bukhari. Dan 90 hadits disahihkan oleh Muslim. Salah satu faktor penting yang membuatnya produktif adalah kedekatannya dengan Nabi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini bisa dimengerti mengingat dia adalah khadim (pembantu rumah tangga) Rasulullah. Itulah sebabnya ia dengan bangga menyebut dirinya sebagai Khadimur Rosul. Ibunya memberikan Anas pada Nabi sebagai khadam sejak ia masih kecil.

Anas bin Malik lahir 10 tahun sebelum hijrah atau sekitar tahun 612 Masehi. Nama lengkapnya adalah Anas bin Malik bin Nadar Al-Khazraji Al-Anshari dengan julukan kuniyah Abu Hamzah. Ia menjadi Sahabat Nabi yang paling panjang umurnya dan saat ia wafat pada tahun 712 Masehi atau 93 Hijriah ia menjadi Sahabat Nabi yang terakhir di makamkan dalam usia yang cukup panjang yakni 103 atau 107 tahun.[1]

Anas bin Malik meriwayatkan banyak hadits tidak hanya langsung dari Rasulullah tapi juga dari Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Muadz, Usaid bin Hudair, Abu Talhah, Ummu Sulaim binti Malhan (ibunya sendiri), Ummu Haram (bibinya), Ubadah bin Ash-Shomit, Abu Dzar, Malik bin So’soah, Abu Hurairah, Fatimah binti Rasulillah, dan lainnya.[2]

Sedangkan yang meriwayatkan hadits darinya juga tak kalah banyak baik dari kalangan sesama Sahabat maupun Tabi’in. Mereka antara lain Al-Hasan, Ibnu Sirin, Al-Sya’bi, Abu Qilabah, Makhul, Umar bin Abdul Aziz, Tsabit Al-Bannani, Bakar bin Abdullah Al-Muzani, Al-Zuhri, Qotadah, Ibnul Munkadir, Ishaq bin Abdullah bin Abu Tolhah, Abdul Aziz bin Shuhaib, dan lainnya.[3]

Sejak Rasulullah hijrah ke Madinah pada tahun 622 Masehi, Anas selalu bersama Nabi di manapun dan kapanpun. Nabi adalah seperti ayahnya, guru, sahabat, pendidik (murabbi) dan segalanya bagi Anas. Anas berkisah tentang pertemuan pertamanya dengan Nabi dalam sebuah hadits riwayat Tirmidzi:

قدم رسول الله – صلى الله عليه وسلم – المدينة وأنا ابن ثمان سنين ، فأخذت أمي بيدي ، فانطلقت بي إليه ، فقالت : يا رسول الله ! لم يبق رجل ولا امرأة من الأنصار إلا وقد أتحفك بتحفة ، وإني لا أقدر على ما أتحفك به إلا ابني هذا ، فخذه ، فليخدمك ما بدا لك . قال : فخدمته عشر سنين ، فما ضربني ، ولا سبني ، ولا عبس في وجهي



Artinya: Rasulullah datang ke Madinah saat aku berusia delapan tahun. Ibu memegang tanganku dan membawaku padanya. Ibuku berkata: Wahai Rasulullah, tidak ada satupun lelaki dan wanita Anshar yang datang padamu kecuali mereka memberimu hadiah. Aku tidak mampu memberimu hadiah kecuali anakku ini. Ambillah dan jadikan dia pembantumu. Anas berkata: Aku mengabdi pada Nabi selama 10 tahun. Selama itu dia tidak pernah sekalipun memukulku atau mencaciku atau berwajah muram padaku.[4]

Anas bin Malik bukan hanya seorang ulama ahli hadits, dalam bahasa Al-Dzahabi ia adalah seorang imam, mufti (ahli pemberi fatwa hukum syariah), muqri’ (yang bagus bacaannya), muhaddits (ahli hadits), dan periwayat Islam.[5]

Mengapa Anas bin Malik dapat menjadi seorang ulama ahli hadits dengan keilmuan mendalam di bidang ilmu agama yang lain juga? Kecerdasan dan kerajinannya tentu tidak perlu disangsikan lagi. Karena dua hal ini menjadi dua syarat mutlak yang diperlukan untuk suksesnya seseorang mencapai kedalaman ilmu tingkat tinggi. Namun, selain itu tentu ada ciri khas lain yang dimiliki Anas.

Pertama, kemampuannya menulis. Saat Anas diserahkan ibunya pada Rasulullah dalam usia di bawah 10 tahun, ibunya menceritakan pada Nabi bahwa Anas bisa menulis. Ini merupakan keistimewaan Anas yang tak banyak dimiliki oleh para Sahabat lain saat itu. Apalagi kemampuan itu diilikinya pada usia yang sangat belia. Kemampuannya menulis ini dimanfaatkan Anas sebaik-baiknya untuk mencatat ilmu yang dia dapat dari Rasulullah maupun dari para Sahabat yang lain.

Kedua, kedekatannya dengan guru. Rasulullah dalam hal ini adalah sumber ilmu utama. Kebersamaan Anas secara terus menerus dalam waktu yang lama membuatnya memiliki akses tak terbatas terhadap ilmu. Anas menyertai Rasulullah kemanapun Nabi pergi dengan penuh antusias, rasa syukur dan bahagia. Potensi ilmu yang akan didapat seseorang tidak akan maksimal tanpa semangat yang tinggi dalam mencarinya. Dan semangat yang tinggi itu sulit didapat kalau kita tidak bahagia dalam melakukannya.

Ketiga, pengabdian pada guru. Sebagai khadam Nabi, Anas selalu bersama Nabi tidak hanya untuk menimba ilmu, tapi juga mengabdi dan melayani Rasulullah. Dan itu dilakukannya dengan penuh rasa bangga. Dalam banyak kesempatan jauh setelah Rasulullah wafat, Anas selalu menyatakan bahwa ia adalah ‘khodimurrosul’ pelayan Rasulullah. Menjadi pelayan guru merupakan simbol atas kerendahan hati seorang pencari ilmu. Ilmu bisa saja dicapai tanpa kerendahan hati. Tapi ilmu yang dimiliki dengan cara penuh kerendahan hati, akan lebih berpengaruh pada kepribadian pemilik ilmu tersebut kelak ketika ia menjadi seorang ulama.


Ketiga, peran seorang ibu. Dalam kasus Anas bin Malik, peran ibunya sangatlah besar. Keputusan ibunya untuk menyerahkan putranya pada Nabi merupakan keputusan besar yang merubah hidup Anas. Begitu juga, kemampuan Anas dapat menulis dan membaca pada usia dini tak lepas dari peran ibunya.[]

Footnote
[1] Al-Anshari berkata terdapat perbedaan pendapat dalam soal usia Anas. Sebagian mengatakan 103 tahun sedangkan pendapat yang lain menyatakan 107 tahun. Lihat, Ahmad Al-Bushiri, Ithaf Al-Khirah, hlm. 7/90.
[2] Al-Dzahabi, Siyar Al-Nubala, hlm. 3/396.
[3] Ibid.
[4] Abul Hajjaj Al-Muzi, Tahdzib Al-Kamal, hlm. 3/364.
[5] Al-Dzahabi, Siyar Al-Nubala, hlm. 3/396.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url